Guru merupakan orang tua siswa saat di madrasah. Ini meliputi tanggung jawab mengajar, mendidik, mengawasi keselamatannya, keamanannya, termasuk memahami suasana batinnya karena ini sangat berpengaruh pada sikap dan prestasi belajarnya.
Ini merupakan tantangan bagi guru termasuk di MTs N 1 Lombok Barat. Begitu banyak siswa yang berlatar belakang keluarga yang tidak utuh bahkan pecah berantakan.
Serpihannya kecil-kecil, dan salah satu serpihan itulah yang ada di hadapan kita saat ini.
Sebagian besar dari mereka terpisah dari bapaknya, ibunya, atau bahkan keduanya baik dengan alasan ekonomi maupun sosial(perceraian) atau keduanya.
Pernikahan dini yang menjadi lingkaran setan inilah barangkali yang melahirkan siswa yang tidak siap untuk menjalani hidup seperti yang seharusnya. Bagaimana anak bisa siap sementara dia lahir dari orang yang juga tidak siap. Seperti kata salah satu psikolog, “Ayah yang tidak selesai dengan dirinya tidak akan bisa menjalankan tugasnya”.
Sebagian dari siswa kita ada yang tidak pernah melihat wajah bapaknya sementara ibunya jauh karena harus mengais rezeki di negri orang. Ada juga yang ibunya menjalankqn fungsi sebagai tulang punggung dan sang anak hanya tinggal bersama bapaknya yang pengangguran dan tiap hari harus menyaksikan kenyataan bapaknya yang tiap hari membawa perempuan dan terang-terangan mengatakan bahwa itu pacarnya. Padahal ini anak perempuan. Ayahnya yang notabene cinta pertamanya telah membuat hatinya terluka dan membuatnya tidak memiliki model yang bisa dia jadikan pegangan.
Tipe yang seperti ini biasanya sangat rentan. Sangat mudah dipengaruhi pergaulan. Dia perlu teman curhat yang benar yang bisa menerima sekaligus membimbing tanpa menyalahkan.
Di sini peran guru sangat diperlukan. Guru bisa mendekati mereka yang kelihatan bermasalah untuk menjadi teman curhatnya agar mereka tidak curhat kemana-mana. Bikin mereka merasa ingin selalu hadir di madrasah karena dengan hadir di madrasah mereka bisa meluapkan apa yang mereka rasakan. Memang tidak selalu cespleng tapi setidaknya mereka tetap berada di tempat yang benar dan curhat pada orang yang benar. Mereka tidak perlu bolos untuk mencari “hiburan”.
Seperti kata Bu kepala madrasah, “Buat mereka senang dulu” supaya ketagihan datang ke madrasah.
Soal prestasi, nantilah kita pikirkan. Kan adab dulu baru ilmu. Mental dulu baru prestasi. Kalau mental sudah siap, insyaallah mereka sendiri yang ingin berprestasi. Memang tidak sekarang ,karena ini mendidik, bukan mendadak.
Guru BK, walikelas atau guru mapel pun punya peluang untuk menjadi sahabat siswa. Guru mapel bisa melihat gelagat anak setiap kali mengajar. Biasanya ada saja yang caper, baper, dll. Kita bisa ajak ngobrol saat mereka mengumpulkan tugas, saat tertidur di kelas, saat ribut dengan temannya, dll. Kadang mereka tidak butuh nasihat. Mereka hanya ingin dimengerti, didengar ceritanya. Mereka juga tidak mau disalahkan karena barangkali itu sudah mereka dengar tiap hari dari lingkungannya
Sebelum kita dihadapkan pada kasus aneh-aneh, cerita ini dan itu, kita balik lagi pada “mencegah lebih baik daripada mengobati”. Mungkin kita perlu memprogramkan hal-hal indah di madrasah. Selain di madrasah perlu ada pojok literasi, mungkin walikelas perlu membuat ” sudut hati”. Agak aneh sih
Tapi kan anak sekarang suka yang aneh-aneh. Mungkin berupa grup WA khusus yang mau curhat, atau mungkin di salah satu sudut kelas perlu disediakan sedikit tempat untuk untuk guru dan siswa ngobrol santai sebelum memulai belajar, atau apalah.
Yang jelas, banyak hati yang akan tetap baik-baik saja saat ada tempat bicara dari hati ke hati.